KEMARIN saya sudah bercerita bahwa saya tertarik untuk mengontak Pak Ci karena Teori Z. Tapi, waktu itu saya berpikir bahwa sangat susah mengontak orang "besar" seperti dia. Karena itu, saya cari akal.
Pertama, saya cari tahu dulu nomor telepon kantor PT Pembangunan Jaya di Jakarta. Kedua, saya telepon kantor Pak Ci dan mengatakan kepada operator bahwa saya mau bicara pada sekretaris Pak Ci. Dengan mengatakan begitu, saya ingin menghindari "filter" operator. Kalau saya bilang mau bicara pada Pak Ci pun, toh saya akan dihubungkan ke sekretaris Pak Ci. Daripada begitu, ya lebih baik bicara sama sekretarisnya saja sekalian.
Ketiga, begitu tersambung dengan si sekretaris, saya langsung ditanya detail maksud saya untuk bicara dengan Pak Ci.
Waktu itu saya bilang bahwa saya belum mau bicara dengan Pak Ci karena beliau belum kenal saya. Tapi, saya katakan bahwa yang akan saya katakan akan sangat menarik buat Pak Ci. Saya pikir, waktu itu, tidak ada sekretaris yang tidak akan menyampaikan good news kepada bosnya. Benar juga dugaan saya! Si mbak menanyakan apa yang akan saya sampaikan.
Keempat, saya ceritakan bahwa saya mengagumi Pak Ci karena pemikirannya. Terutama tentang Teori Z. Saya bilang bahwa saya ingin mengundang beliau untuk berbicara tentang hal tersebut di Surabaya!
Saya juga menjelaskan bahwa kebetulan saya adalah seorang Rotarian. Dan, saya yakin bahwa saya bisa meyakinkan teman2 saya di Rotary Club untuk jadi organisernya. Dengan demikian, saya ingin meyakinkan bahwa seminar itu bukan untuk "komersial", tapi untuk "sosial".
Kelima, ini yang juga penting. Saya mengatakan bahwa kayaknya Pak Ci perlu tampil di Surabaya. Sebab, saya dengar beliau sedang mulai proyek properti di Surabaya. Bahkan, saya mengatakan bahwa kalau hal ini diceritakan dengan "baik dan benar", Pak Ci pasti akan senang.
Keenam, saya minta tolong si Mbak untuk menyampaikan good news tersebut kepada bosnya pada saat yang tepat. Pikir saya, kan sekretaris yang paling tahu saat paling tepat untuk menyampaikan suatu hal. Dengan minta tolong begitu, saya juga ingin membuat sang sekretaris jadi merasa penting. Biasanya, seorang sekretaris merasa cuma dijadikan assistant, tapi kali ini mendadak jadi messenger. Kayaknya strategi saya berhasil. Si Mbak berjanji membantu saya, bahkan meminta saya untuk call dua jam kemudian.
Ketujuh, ketika dua jam kemudian saya telepon kembali, si Mbak mengatakan bahwa Pak Ci kayaknya suka pada ide saya. Dan, Pak Ci sudah siap bicara dengan saya tentang hal itu. Wow..
Kedelapan, benar juga! Ketika saya kemudian bicara dengan Pak Ci secara langsung, semuanya jadi lancar... Saya tinggal memperkuat beberapa hal untuk penajaman usul. Waktu itu saya memperkenalkan diri bahwa saya adalah direktur PT HM Sampoerna yang pingin "belajar" dari Ciputra yang sudah sangat senior.
Saya juga bercerita bahwa saya pernah bertemu langsung dengan Profesor William Ouchi, penulis Teori Z. Karena itulah, saya lantas berani menawarkan diri untuk bicara dulu tentang Teori Z-nya. Setelah itu, baru Pak Ci bisa bicara tentang pelaksanaan praktiknya di Jaya Group. Dengan demikian, peserta seminar yang profitnya akan diberikan untuk kas Rotary Club itu akan belajar Teori Z secara lengkap.
Kesembilan, ketika Pak Ci mengatakan tertarik, saya langsung menyodorkan beberapa tanggal penyelenggaraan.
Don't lose the momentum! Langsung saja, saya masih ingat, Pak Ci menanyakan pada sekretarisnya tentang availability dia untuk ke Surabaya. Tentu saja, tanggal-tanggal itu memang "kosong" karena sudah saya rundingkan dengan si Mbak. Terjadilah kesepakatan dalam satu kali pembicaraan telepon! Padahal, Pak Ci belum pernah bertemu muka dengan saya sama sekali..
Kesepuluh, ketika akhirnya beliau datang ke Surabaya, saya menemui Pak Ci di Lapangan Udara Juanda. "Anda Hermawan Kartajaya dari Rotary Club?" "Ya, benar Pak Ci.. kok tahu" tanya saya kembali pada dia. "Saya masih ingat benar dengan suara Anda di telepon.."Your voice is a magic voicem. Saya tidak habis mengerti, bagaimana saya bisa mau datang ke Surabaya diundang oleh orang yang nggak pernah saya temui," ujarnya.
Saya hanya menjawab singkat, "Terima kasih banyak, Pak Ci. Saya benar-benar mau belajar dari Bapak... Selamat datang di Surabaya!"
Itulah sepuluh langkah yang saya lakukan untuk bisa bertemu dan mulai belajar dari Ir Ciputra. Sederhana, tapi menarik untuk diceritakan kembali setelah dua puluh satu tahun kemudian...
Siapa tahu ada pelajaran yang bisa diambil.. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar