Janganlah Berfikir Menjadi Orang Sukses Tapi Berusahalah Menjadi Orang Bernilai - by @Rizal2407 - Rang Sintuk
Catatan dan Goresan Masrizal
Strategic Links
Kamis, 06 Januari 2011
Grow with Character! (99/100) Series by Hermawan Kartajaya - Grow with (Excellence, Professionalism, and) Character!
Grow with (Excellence, Professionalism, and) Character!
ADA sebuah buku yang menginspirasi saya. Judulnya? Every Business is a Growth Business! Di dalam buku itu dikemukakan hasil riset si pengarang. Basically, temuannya hanya dua.
Pertama, bisnis yang tidak tumbuh akan mati! Kenapa? Sebab, pesaingnya tumbuh dan akan mempunyai better bargaining position. Pelanggan juga nggak suka pada perusahaan yang stagnan. Tidak berkembang dan tidak punya inovasi. Mereka pasti pindah ke pesaing yang lebih kreatif.
Alasan berikutnya, ada tekanan dari dalam. Karyawan merasa tidak punya masa depan. Yang bagus akan keluar, sedangkan yang “kartu mati” atau deadwood tinggal. Karena itu, kalau mau sustainable, sebuah perusahaan harus grow.
Kedua, pertumbuhan itu harus disertai kualitas. Jangan hanya mengejar top line atau market share. Bottom line atau profit bersifat penting supaya pertumbuhan jadi sehat. Karena itu, mesti ada profitable growth. Pertumbuhan ditopang dengan kekuatan untuk tumbuh terus!
Nah, di MarkPlus kami percaya akan kata grow. MarkPlus harus grow, tapi semua MarkPluser harus grow juga. Tanpa itu semua, MarkPlus tidak bisa bertahan dua puluh tahun! Buat kami, grow dengan kualitas hanya bisa terjadi kalau excellent jadi pegangan semua orang. Kalau grow with excellence, kita bisa mencapai excellent growth.
Michael Hermawan adalah role model di MarkPlus untuk itu. Mulai high school di Upland, California, lulus dengan indeks prestasi 4,0, dan mendapatkan seritifikat penghargaan dari presiden US ketika itu. Dia melanjutkan di UT Austin dan menyelesaikan pendidikan dalam waktu tujuh semester dengan GPA 3,97.
Dia bekerja di Andersen Consulting sebelum melanjutkan ke Kellog School of Management di Northwestern University, Chicago. Sesudah menamatkan program MBA prestisius dalam waktu setahun, dia bekerja di AT Kearney selama tiga tahun, baru kemudian balik ke MarkPlus.
Sekarang dia adalah COO atau chief operating officer di MarkPlus. Dialah yang menuliskan empat elemen excellence setelah mempelajari berbagai literatur.
Pertama adalah commitment atau purpose. It is not about winning itself, but about paradigm to win! We must consciously choose excellence. Itu benar! Banyak orang yang terima hidup tenang dan cukup jadi medioker saja.
Nah, orang seperti itu tidak punya purpose untuk menang. Ya nggak pernah menang dan mana bisa menang? Karena itu, supaya bisa excellent, harus ada redefinisi paradigma dulu. Kedua adalah opening your gift atau ability. Every person in the world has the ability to be excellent in at least one area. See your inner potential.
Elemen kedua itu perlu. Sebab, tidak ada gunanya Anda punya paradigma untuk menang, tapi tidak punya ability. Diingatkan, tiap-tiap orang sebenarnya diberi Tuhan kemampuan paling tidak di satu area. Carilah dan kembangkan! Karena lanskap berubah terus, ability pun harus dikembangkan terus. Kalau tidak, ya semakin tidak kompetitif dan akhirnya mana bisa excellent. Jadi, excellent bersifat dinamis.
Ketiga, being the best you can be atau motivation. It is not about talent. It is about getting the best shape possible given our God given potential. Artinya? Excellent sebenarnya bukan cuma talenta. Tuhan pasti sudah memberikan sesuatu untuk Anda. Maksimalkan yang ada itu supaya tercapai hasil yang optimal.
Keempat, continuous improvement. We must set the bar and continually raise it from time to time. Orang Jepang menyebutnya kaizen. Besok harus lebih bagus daripada hari ini. Jangan berpuas diri. Nah, excellent seperti itulah yang kami inginkan ada di MarkPluser. Kami tidak mungkin merekrut superstar semua. Tapi, orang biasa yang mau seperti itu akan membentuk suatu excellent organization!
Nah, grow with excellence itulah yang harus disambungkan dengan empat passion yang sudah dijelaskan kemarin (27/4). Tanpa passion yang kuat terhadap empat hal, yaitu knowledge, business, service, dan people, sama saja tidak ada profesionalisme dalam mencapai excellent growth tersebut.
Akhirnya, saya mengakhiri grow with excellence with professionalism tersebut dengan menggabungkannya dengan enam pilar karakter Josephson Institute of Ethics. Apa itu? Luar biasa! Saya menemukan enam pilar dari good character tersebut dan langsung jatuh cinta! Pertama, trustworthiness. Sebisanya, pilar itu dipupuk sejak anak berusia 4 sampai 6 tahun supaya tidak bohong dan berdusta. Berani membela kebenaran. Itulah karakter paling dasar.
Kedua adalah responsibility, yang sebaiknya diajarkan sejak umur 6 sampai 9 tahun. Di pilar tersebut ditanamkan sikap disiplin dan bertanggung jawab terhadap pilihan yang diambil untuk berpikir sebelum bertindak dan mempertimbangkan konsekuensi.
Ketiga adalah respect. Yakni, dibiasakan memperlakukan orang lain dengan hormat. Mengikuti the golden rule: “Perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan.” Berlaku sopan dan jangan melukai orang lain. Sifat itu perlu ditanamkan sejak umur 9 sampai 11 tahun.
Keempat adalah fairness. Anak-anak umur 11 sampai 13 tahun perlu mulai menjiwai pillar itu agar belajar mengikuti aturan yang berlaku. Tidak berprasangka dan tidak sembarangan menyalahkan orang lain, juga berbagi dengan sesama.
Kelima adalah caring yang harus diterapkan sejak masa remaja. Inti pilar itu adalah bertindak dengan ramah dan peduli kepada orang lain. Memaafkan orang lain dan membantu mereka yang kesulitan.
Pilar keenam dan terakhir adalah citizenship yang dibangun sejak meninggalkan masa remaja dan mulai menjadi dewasa. Pilar itu berbicara mengenai berperan aktif dalam mengembangkan komunitas sekitar. Juga, bekerja sama dan bertetangga dengan baik, mematuhi hukum dan aturan, serta menghargai otoritas.
Nah, saya pengin supaya MarkPlus bisa mengadopsi enam pilar yang diakui secara internasional itu. Di US, bahkan polisi diajari enam karakter tersebut. Saya melihat, good character itu pasti didukung semua kitab suci agama apa pun. Saat ini dan seterusnya, karakter lebih penting daripada apa pun.
Kenapa Avatar laris manis? Saya membahasnya setelah nonton bareng Philip Kotler beserta keluarga, termasuk cucunya, pada 1 Januari 2010 di Long Boat Key, Florida. Itulah cara saya merayakan tahun baru yang unik. Hasil diskusi saya dengan Kotler balik kepada karakter tersebut. Penduduk Pandora yang kelihatan primitif padahal sangat high tech tersebut punya karakter terpuji.
Sedangkan orang bumi yang pengin ambil mineral di Pandora tapi akhirnya kalah dan balik ke bumi tidak punya karakter yang bagus. Sebuah film yang pas dengan spirit Marketing 3.0, di mana karakter adalah segalanya dalam bisnis.
Di MarkPlus, model untuk karakter adalah Jacky Mussry PhD. Arek Suroboyo tersebut anak orang terkenal zaman dulu, yaitu Charles Mussry, yang rumahnya sekarang jadi Plaza Surabaya di Jalan Pemuda. Pernah sekolah D-3 teknik sipil di ITS, kemudian S-1, S-2, dan S3-nya di Universitas Indonesia.
Bersama MarkPlus sejak 1997, dia memang benar-benar simbol karakter kami. Tidak pernah mau beli DVD bajakan, selalu bayar tilang di pengadilan, dan pakai software asli. Dulu dia adalah juara disc jockey se-Indonesia, mangkal di Elmi Surabaya. Sekarang dia adalah CKO atau chief knowledge officer di MarkPlus, merangkap dean of MarkPlus Institute of Marketing.
Tugasnya adalah mengoordinasikan pengembangan knowledge di MarkPlus di antara tiga divisi, yaitu consulting, research, dan education.
We are always proud of him! Jadi? Lengkaplah sudah!
Menjelang HUT ke-20 MarkPlus di acara MarkPlus Annual Gathering pada 12 Desember lalu, semua MarkPluser diminta menandatangani komitmen baru. Kami menyebutnya sebagai excellence-profesionalism-ethics atau EPE.
We must grow, but grow with excellence. Not only with excellence, but also with character. Jadi, lengkapnya grow with excellence with professionalism with character. Ringkasnya? Grow with character! (*)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar