Meyakinkan Philip Kotler, Membela Asia, Merapatkan Barisan!
PERJUANGAN saya "menyelamatkan" Asia Pacific Marketing Federation pada 1998-2000 memang menguras energi dan pikiran. Tapi, cukup berbuah!
Pertama, sampai sekarang pun, periode sulit ketika saya dibantu dua Sekjen dari Indonesia masih dikenang teman-teman di Asia. Sekjen pertama selama 1998 sampai 1999 adalah Enny Hardjanto, yang waktu itu sudah tidak di Citibank lagi. Sekjen kedua yang bekerja keras mendampingi saya pada 1999 sampai 2000 adalah Y.W. Junardy, bekas CEO IBM Indonesia.
Sekarang Pak Junardy jadi presiden Asia Marketing Federation (AMF) -nama baru APMF- untuk periode 2008 sampai 2010. Indonesia sampai sekarang merupakan satu-satunya negara yang pernah menjabat ketua di institusi regional ini sampai dua kali! Pada akhir Mei ini, Japan Marketing Association (JMA) menjadi ketua lagi, untuk yang kedua, periode 2010-2012.
Kedua, network di Asia itulah yang memungkinkan saya "go international". Menjadi ketua sebuah organisasi regional di masa sulit memberikan kesempatan kepada saya untuk justru menunjukkan "leadership" kepada teman-teman di luar. Para profesional dan profesor marketing paling top di semua negara Asia jadi kenal. Begitu juga semua sekolah bisnis terkemuka di region saya jadi punya akses.
Hal itu juga memberikan kesempatan kepada saya untuk memakai "panggung" di luar negeri untuk mengetes semua konsep yang dibikin dari Indonesia. Di situ pula saya jadi punya kesempatan untuk bicara di sekolah-sekolah bisnis terkemuka seperti Asian Institute of Management ( AIM ) di Manila. Juga NUS dan NTU di Singapura, juga NIDA di Bangkok.
Chulalongkorn MBA Alumni Association pun pernah mengundang saya untuk berseminar sehari di Bangkok. Melalui organisasi itulah, saya lantas jadi punya wawasan internasional. Dengan demikian, arek Suroboyo yang semula cuma bandha nekad sudah bukan "jago kandang" lagi!
Padahal, banyak yang punya gelar profesor dan doktor di marketing, tapi "grogi" di luar negeri.
Ketiga, inilah "return on investment" yang paling besar: jadi presiden APMF pada masa krisis! Dapat undangan jadi pembicara di World Marketing Conference di Moskow. Ceriteranya, presiden Russia Marketing Federation hadir di pelantikan saya di Tokyo pada Juni 1998. Di situ saya juga menyebarkan konsep Marketing Plus 2000 yang sudah masuk di buku teks Prof Warren Keegan dalam bentuk buku tipis.
Mereka sangat tertarik pada "konsep praktis" itu, plus karena saya ketua APMF dari Indonesia. Mereka juga ingin dengar cerita krisis Asia dari orang Indonesia yang paling "hebat" krisisnya. Nah, Crisis is Wei-Ji kan?Dangerous and Opportunity!
Kalau saja saya bukan presiden APMF!,
kalau saja saya belum punya model sendiri yang praktis!,
kalau saja saya gak berani menawarkannya kepada Prof Warren Keegan untuk "masuk" ke buku teksnya,
kalau saja saya bukan orang Indonesia!,
kalau, kalau, kalau, kalau itu semua secara "kumulatif" akan jadi "pintu penghalang" ke Pentas Dunia! Semua itu saya rintis, upayakan dengan susah payah tanpa mengharapkan "dampak langsung". Tapi, seperti Anda lihat, kalau Anda fokus, akan ada impact yang strategis akhirnya. Rusia sendiri waktu itu sempat melakukan devaluasi rubel pas 17 Agustus 1998, tiga bulan setelah Jakarta Riot! Nah, karena mereka kawatir kena "domino effect" dari krisis Asia, makanya mengundang saya! Pas kan...
Saya sangat bersemangat ke Moskow waktu itu; bukan hanya karena tiket pesawat dan hotel dibayari, tapi juga karena Philip Kotler jadi pembicara utama. Event-nya bernama World Marketing Conference!
Prof Kotler adalah pembicara pertama, saya dipasang yang kedua!Bahkan, sebelum makan siang, hanya kami berdua, dari sepuluh pembicara, yang diminta bertemu dengan pers!
Saya masih ingat, waktu itu pertanyaan wartawan lebih fokus pada krisis Asia! Saya dengan tegas mengatakan bahwa Asia akan bangkit lagi! Konglomerat Asia yang besar karena KKN akan "sadar" dan "bangkit".
Saya bilang bahwa itu adalah feeling saya sebagai orang marketing dan presiden APMF!
Saya sadar bahwa waktu itu saya tidak hanya mewakili Indonesia, tapi Asia secara total! Besoknya, panitia menunjukkan liputan koran tentang komentar saya itu. Mereka berterima kasih kepada saya karena memberikan komentar positif sehingga orang Rusia tidak terlalu khawatir terus terimbas krisis yang berasal dari Asia itu.
Tapi, rupanya, Philip Kotler yang duduk di sebelah saya sewaktu konferensi pers jadi sangat tertarik akan "statement" saya yang optimistis itu. Pada waktu makan siang, kami ditinggal berdua saja di ruang khusus. Semua sibuk ngurusin konferensi dan waktu itu tidak banyak orang Rusia yang bisa berbahasa Inggris sehingga malu bertemu dengan Kotler!
Jadi, itu benar-benar merupakan "golden moment of truth" buat saya!Saya harus mengambilnya dengan "cantik" atau "tidak akan pernah datang" lagi. The Window of Opportunity is very small! Apalagi dia lantas menanyakan dasar keyakinan saya atas "statement" saya yang optimis itu.
Dengan hati-hati, saya menjelaskan terjadinya krisis Asia dari pandangan saya sendiri.
Banyak Konglomerat Asia yang tidak pakai "marketing", hanya ber-KKN-ria, akhirnya hancur ketika nilai tukar mata uang Asia hancur.
Ketika ada krisis kepercayaan terhadap Asia. Tapi, saya jelaskan bahwa orang Asia pekerja keras, tidak gampang menyerah, penabung yang baik, juga fleksibel dalam berubah! Karena itu, saya yakin, justru itulah turn around bagi Asia untuk sadar dan pakai marketing! Itu bahkan merupakan "wake up call bagi Asia.
Apalagi beberapa negara Asia seperti Jepang dan Korea sudah punya infrastruktur yang kuat. Belum lagi Singapura, Hongkong, dan Taiwan yang sering disebut sebagai the New Asian Tiger! Wah, mendengar penjelasan "simple", tapi masuk akal itu, Philip Kotler jadi makin percaya kepada saya!
Apalagi dia lantas ingat akan model saya di buku Warren Keegan yang dipakainya untuk mengajar international marketing di Kellogg! Dia tidak bisa lupa akan model itu karena pernah ditanya oleh Victor Hartono -sekarang COO Djarum- yang ketika itu "ambil" kelas Philip Kotler.
Seperti yang sudah saya ceritakan pada tulisan-tulisan terdahulu, selama hampir dua jam, saya merasa "diuji" oleh sang Maha Guru tentang model saya. Kemudian, dinyatakan "lulus", karena itu langsung diajak nulis buku pertama saya bersama dia, Repositioning Asia: From Bubble to Sustainable Economy. I love Moscow!
Sebab, itulah awal saya masuk ke panggung dunia! Itulah return on investment atau ROI terbesar saya sebagai presiden APMF. Buku pertama saya yang akhirnya diterbitkan oleh John Wiley (Asia) dan di support Andersen Consulting, tempat Michael bekerja itu, terbit pada 2000. Tapi, tahun 1998 itulah awalnya!
Untuk menulis buku itu, Mike mendapat izin dari bosnya di Asia Pasifik untuk membantu melakukan riset dan menulisnya walaupun tetap sebagai business analyst Andersen Consulting selama satu tahun. Taufik pun, yang waktu itu masih jadi junior consultant di MarkPlus, saya perbantukan "full" juga. Mumpung klien pun tambah sepi aja, waktu itu.
Dengan melakukan seperti itu, staf MarkPlus pun jadi bangga!
Walaupun Indonesia lagi krisis, klien sepi, ternyata kami dapat satu proyek yang sangat "prestigius". Ini penting Anda lakukan untuk mem-solid-kan internal customer pada waktu krisis! Jangan cuma "kalap" banting harga di waktu sulit, toh belum tentu bisa terjual. Ada banyak cara yang bisa dilakukan asal Anda tidak pernah menyerah!
Jangan cuma kirim staf Anda ke seminar motivasional karena tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi, ajari mereka untuk bisa memotivasi diri sendiri dan carilah cara yang bisa membangkitkan semangat ke dalam di masa sulit. Semua itu juga akan saya ceriterakan pada MarkPlus Festival pada 1 Mei nanti! (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar