Janganlah Berfikir Menjadi Orang Sukses Tapi Berusahalah Menjadi Orang Bernilai - by @Rizal2407 - Rang Sintuk
Catatan dan Goresan Masrizal
Strategic Links
Selasa, 04 Januari 2011
Grow with Character! (39/100) Series by Hermawan Kartajaya - Just In Time, Bukan Just In Case
Just In Time, Bukan Just In Case
ELEMEN ketiga di dimensi value di konsep Marketing Plus 2000 adalah process. Juga elemen kesembilan di antara semua elemen yang terbagi dalam dimensi strategy, tactic, dan value. Mengapa process saya ''pasang'' di value bersama service dan brand ? Sebab, tanpa perbaikan process, service tidak bisa improved dan akhirnya akan berakibat pada brand image.
Terus terang, saya sangat terinspirasi oleh profesor-profesor dari Wharton School of Management yang mengaitkan process dan service. Reengineering process for customer service! Begitu maknanya kira-kira!
Bahkan, Philip Kotler pernah menanyakan kepada saya di Moscow pada 1998, mengapa process ''masuk'' di marketing? Jawab saya sederhana.Percuma saja punya strategi dan taktik yang bagus kalau tidak ada the real value creation. Brand yang kuat, buat saya, tercipta kalau mental service ada di seluruh perusahaan. Tapi, percuma saja kalau prosesnya tidak in line dengan kedua hal tersebut.
Ada tiga jenis proses utama yang harus diperhatikan. Satu, proses routine delivery yang harus menjamin kepuasan pembeli atau pelanggan. Dua, proses handling complaint yang makin penting lagi. Kalau tidak ada proses yang bagus, akan menjadi malapetaka.
Sedangkan, kalau prosesnya bagus, akan terjadi sebaliknya!
Tiga, new product development and commercialisation. Harus ada proses yang bagus dalam menangkap peluang di pasar dan merealisasikannya. Dengan mempunyai proses yang bagus dalam ketiga hal ini, akan terjadilah the real value creation. Kata orang Jepang, itu yang disebut gemba! Tempat value is created. Bisa di pabrik atau di pasar.
Jadi, yang saya maksud dengan proses memang dari hulu sampai hilir. Ada permintaan, keluhan, atau peluang dari pasar yang arahnya dari down to upstream. Arus baliknya adalah pemenuhan, penanganan, dan pengembangan produk dari up to downstream. Untuk kedua arah tersebut haruslah ada proses yang menjamin kualitas produk/servis (Q) baik, beaya (C) rendah, dan tepat waktu (D).
Jadi, ringkasnya Q, C, dan D untuk mendukung service (S), juga sering disebut QCDS untuk memperkuat brand. Bagaimana pergeserannya sesuai dengan situasi persaingan?
Pada situasi 2,5 C atau monopoli, proses sekadar SOP (system operating procedure). Orang-orang pabrik biasanya sangat ketat dalam menjalankan SOP. Sebaliknya, orang penjualan punya SOP, tapi sering lupa karena terlalu fleksibel. Mengapa?
Ya, karena di pabrik, semua pasti sedang di pasar hampir semua tidak pasti, terutama kalau situasi persaingan sudah bergeser terus. Pada situasi 2,5 C atau mild competition, process is interfunctional team work. Fungsi-fungsi selalu bersifat silo dan vertikal bahwa orang hanya menurut kepada atasan. Padahal, customer nggak ada urusan dengan fungsi-fungsi. Mereka hanya tahu perusahaan secara utuh.
Karena itu, harus ada kerja sama antarfungsi yang bersifat horizontal dalam proses melayani pelanggan. Di situasi 3 C, proses bukan hanya mengandalkan kerja sama antarfungsi, tapi juga harus melakukan functional streamlining. Tanpa adanya hal itu, tidak akan ada efisiensi.
Pada situasi 3,5 C, proses harus bersifat total delivery reengineering. Seluruh proses dirombak total dengan mempertimbangkan automation, outsourcing, insourcing, dan sebagainya. Dan, akhirnya, pada situasi yang ''berat'' 4 C, proses menjadi extended value chain. Artinya, pembenahan proses harus dilakukan bersama-sama dengan pihak ketiga, baik di upstream atau downstream.
Lihat bagaimana Toyota Astra Motor merancang Avanza dengan memperhatikan peluang di pasar akan ''mobil MPV di bawah Rp 100 juta''. Selanjutnya melakukan desain bersama Toyota Corporation Jepang dan bekerja sama dengan para supplier di Indonesia.
Begitu juga, Ikea yang selalu ingin menurunkan harga sesuai dengan positioning mereka value for money. Untuk bisa mencapai itu, Ikea mengajak kerja sama para supplier-nya.
Contoh legendaris berskala dunia adalah bagaimana Wall Mart mengajak kerja sama Procter and Gamble di Amerika untuk meniadakan stok dengan menjalankan ''just in time'' system. Orang Jepang menyebut itu kanban! Bukan just in case yang harus punya stok berlebihan supaya ada rasa safe.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar