Bertahan secara Kreatif di Masa Krisis!
TAHUN 1998 benar-benar jadi "titk balik" bagi Indonesia. Saya merasa "beruntung" pernah mengalami hal itu karena bisa merasakan sendiri bagaimana domino effect itu terjadi.
Dulu di buku, saya belajar tentang depresi 1929 dan malaise 1930. Tapi, saya tidak bisa membayangkan bagaimana krisis ekonomi bisa terjadi di seluruh dunia. Baru pada 1998 itulah saya bisa merasakan bagaimana begitu Thailand "jatuh", beberapa negara lain ikut jatuh. Termasuk Indonesia yang paling parah. Bahkan, Korea Selatan yang waktu itu sudah masuk negara maju mengalami devaluasi besar juga. Malaysia juga kena, begitu juga negara-negara Asia lain.
Semuanya berawal dari KKN atau korupsi, kolusi, dan nepotisme, suatu istilah yang dipopulerkan Amien Rais! Bukan monopoli Indonesia, tapi di hampir semua negara Asia hal itu terjadi karena ada suatu pemerintahan yang "kuat". Power tends to corrupt, absolute power always create corruption! Karena itulah, di Asia banyak konglomerat yang sebenarnya belum tentu kompeten, tapi dapat "tugas" dari yang berkuasa untuk berbisnis di satu bidang. Tentu saja bisnisnya jadi tidak bisa meng-create value yang maksimal untuk pelanggan.
Cost jadi mahal, bukan hanya karena tidak ada efisiensi, tapi juga karena ada "setoran" kepada yang berkuasa. Karena itulah, daya saing yang dipunyai perusahaan seperti itu sangat fragile. Begitu daya beli pelanggan turun, bingung mau ngapain! Begitu nilai tukar rupiah merosot dan inflasi meroket, cost lebih naik lagi, tambah bingung! Begitu ada rasa ketidakpercayaan pada Indonesia, termasuk kepada penguasanya, bingung karena kehilangan "pegangan".
Perusahaan seperti ini biasanya tidak punya brand yang kuat. Produknya dibeli orang karena tidak ada banyak pilihan, juga tidak perlu memberikan servis kepada pelanggan. Karena itu, begitu ada krisis, mereka cepat hancur!
MarkPlus Professional Service sendiri ketika itu sudah delapan tahun. Juara Surabaya dan kukuh di Jakarta. Tiga divisi, yaitu consulting, research, dan training sudah sangat aktif. Ditambah MarkPlus Forum sudah tidak pakai kata "strategic" lagi (supaya lebih luas) merupakan satu-satunya klub marketing di Jakarta maupun di Surabaya. Pertemuan bulanan di Surabaya diadakan di Hyatt Regency dan di Jakarta berpindah-pindah di berbagai hotel bintang lima.
MarkPlus Forum sudah "keluar" dari eksklusivitas Heritage Club di Surabaya dan Mercantile Athletic Club Jakarta. Waktu itu anggota nomor satu Surabaya adalah Tanadi Santoso dan anggota nomor 1 Jakarta adalah Dyonisius Beti masih aktif hadir tiap bulan. Sekarang Pak Tanadi sudah jadi entrepreneur sekaligus pembicara hebat di mana-mana. Terutama setelah lulus MBA dari Chicago Business School. Sedangkan Pak Dyon malah merupakan orang pertama Indonesia yang menjadi Presdir PT Yamaha Motor Kencana Indonesia! Keduanya sekarang sudah jadi life time member, artinya bisa datang kapan saja ke pertemuan-pertemuan The Club seumur hidup gratis!
Nah, apa dampak dari efek domino itu pada MarkPlus? Pelan tapi pasti, pasar jadi sepi! Satu per satu klien "pamitan" karena tidak pasti tentang masa depan Indonesia. Begitu hebatnya pengaruh krisis Asia itu di Indonesia sampai jadi Crisis of Confidence. Pak Harto saja yang sebelum "lengser" begitu confidence harus "menyerah" kepada IMF! Banyak orang, termasuk saya, yang geram melihat foto Direktur IMF Michael Camdessus yang "bule" itu melipat tangan sambil melihat Pak Harto teken dokumen! Walaupun banyak orang Indonesia sudah "marah" terhadap kelakuan putra-putri presiden yang seenaknya, tapi sangat marah melihat foto itu. Mendadak rasa nasionalisme kita bangkit! Kita tidak terima presiden kita "dipermalukan" begitu.
Tapi rasa crisis of confidence ini tidak hanya ada di pejabat negara dan pemerintahan. Juga pada para pengusaha dan profesional. Saya belajar dari krisis hebat ini akhirnya mengerti bahwa the biggest factor for economic growth is simply as confidence. Pada waktu itu, rasa percaya diri para pelaku ekonomi -termasuk marketer- sudah berada di titik nadir. Itulah yang memperburuk keadaan! Orang yang mestinya inves tak jadi inves. Orang yang mestinya beriklan, tak jadi spend untuk brand image. Orang yang mestinya mengembangkan produk baru tak jadi. Bahkan, beberapa salesman jagoan pun jadi loyo! Apalagi bunga bank pernah jadi 80 persen setahun, karena tight money policy, orang lebih senang deposito!
Itulah salah satu "dosa" IMF yang selalu memaksa negara krisis untuk mengetatkan peredaran uang. Alasannya supaya orang tidak "ngawur" utang dari bank untuk kemudian tidak menggunakan uang itu secara "proper". Tapi akibatnya? Semua pengusaha yang "baik" dan "sungguh-sungguh" jadi korban!
Gara-gara kelakuan segelintir konglomerat hitam yang menyalahgunakan pinjaman di masa prakrisis, akibatnya terjadi gebyah uyah! Itulah yang membuat ekonomi "mandek" dan makin menimbulkan "kehilangan rasa percaya diri". Dan, kejatuhan satu perusahaan langsung atau tidak langsung akan "menyeret" perusahaan lain yang memasoknya.
Bukan cuma itu, perusahaan lain yang butuh produk atau servis dari sebuah perusahaan bangkrut akan kehilangan suplai juga. Para ahli ekonomi memakai istilah stagflation! Stagnasi dan inflasi! MarkPlus yang sudah mulai kukuh itu pun terkena dampaknya! Untungnya, saya mendirikan MarkPlus dan memperkukuhnya selama delapan tahun bukan karena KKN. Tapi, benar-benar karena daya saing PDB (positioning differentiation branding) yang kuat!
Pada 1990, ketika baru mulai, saya sangat percaya bahwa PDB itu akan pas dengan STP (segmentation, targeting, positioning). Sebab, ketika itu saya sangat percaya "segmen" yang membutuhkan MarkPlus akan membesar. Nah, sekarang mendadak menyusut bahkan nyaris hilang!
Ketika itu, klien menghentikan consulting, menyetop research, dan menghilangkan training. Ketiga hal itu tidak bisa langsung memperlihatkan short term result. Semuanya long term impact, padahal semua orang lagi ingin survive saja. Boro boro mau konsultasi, riset, dan pelatihan.
Satu-satunya cara saya bertahan waktu itu ya di MarkPlus Club. Sebab, perusahaan pun tidak mau kehilangan life line dengan dunia marketing. Lagi pula, keanggotaan di klub masih akan memberikan "morale" kepada karyawannya dengan relatif murah. Uang keanggotaan terpaksa tidak dinaikkan, walaupun inflasi berat. Tapi, ada keanggotaan tiga bulan dan enam bulan.
Saya mempertahankan mati-matian acara rutin bulanan, baik di Jakarta maupun Surabaya. Tidak pernah ada bulan yang kosong, termasuk acara pada Mei 1998! Saya masih ingat, masih ada 100 orang yang datang di Jakarta dan 150 orang di Surabaya di bulan "berdarah" itu. Waktu itu, saya sendiri malah bicara dampak kerusuhan Mei 1998! Makanya, masih banyak orang datang walaupun agak khawatir akan keselamatan.
Jakarta memang sudah berangsur aman, tapi Solo bahkan relatif lebih hebat kebakarannya! Rumah Ketua MPR Harmoko pun dibakar! Waktu itu, saya masih ingat, mengajak para anggota klub datang untuk "bertahan" after Jakarta-Riot! Marketer harus bisa melihat jangka panjang. Bertahanlah!
Kalau Anda berpikir PDB Anda kuat, inilah saatnya membuktikan. Sebaliknya, kalau dulu besar karena KKN, justru sekarang ini waktunya memakai marketing, kata saya saat itu.
Saya juga selalu mengatakan bahwa Riot 1998 tidak ada apa-apanya dibanding 1965! Waktu G 30 S 1965 dulu, hampir tiap hari saya melihat tubuh orang yang dituduh PKI "kintir" (hanyut) di Kali Surabaya. Hampir satu juta orang mati, bunuh diri, atau dibunuh waktu itu! Karena itu, saya selalu mengatakan bahwa "1998 is nothing to be compared with 1965!" Itu sebenarnya strategi PDB juga!
Memosisikan 1998 sebagai turn around point bagi Indonesia karena diferensiasinya "menghilangkan KKN" yang akan membentuk brand "New Indonesia"! Jadi, be happy karena kita semua sedang mengalami "transformasi" diri!
Lantas? Setiap bulan, pada acara MarkPlus Forum, saya malah memberikan Crisis Award of the Month pada Perusahaan yang "kreatif" menghadapi krisis. Dengan melakukan ini, saya ingin "menghargai" perusahaan yang tetap confidence. Dan, pada saat yang sama, saya ingin menginspirasi anggota! Wah, ternyata strategi ini cukup berhasil! Dari bulan ke bulan yang hadir di MarkPlus Forum pun naik lagi dan kembali ramai. Krisis masih jauh dari selesai, tapi MarkPlus Forum "survive" dan "tambah ramai"!
Puncaknya pada Desember 1998, saya justru menggelar "The First Indonesia Marketing Conference" di Gedung Manggala milik Departemen Kehutanan di Jakarta dengan dihadiri 1.000 orang! Walaupun ada demo besar di jalan-jalan, semua pada datang! Sudah capai "sembunyi" di rumah dan di kantor!
Pak Dahlan Iskan luar biasa! Dia memenuhi undangan saya menjadi salah seorang pembicara di konferensi. Datang dengan naik ojek! Edan kan! Pak Dahlan Iskan selalu committed pada janjinya untuk datang dan menceritakan apa yang dilakukan Jawa Pos menghadapi krisis!
Akhirnya pada 1998 MarkPlus justru berhasil membangun citra sebagai suatu Institusi Marketing yang selalu "in" dengan situasi. Tegar dengan krisis dan satu-satunya institusi yang bisa melakukan creative survival. (el)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar