Janganlah Berfikir Menjadi Orang Sukses Tapi Berusahalah Menjadi Orang Bernilai - by @Rizal2407 - Rang Sintuk
Catatan dan Goresan Masrizal
Strategic Links
Rabu, 05 Januari 2011
Grow with Character! (80/100) Series by Hermawan Kartajaya - Roket SME yang Spiritual, Seimbang, dan Komprehensif
Roket SME yang Spiritual, Seimbang, dan Komprehensif
MODEL SME atau sustainable market-ing enterprise banyak menarik perhatian orang. Philip Kotler sendiri menyukai model tersebut. Karena itu, dia mau jadi endorser-nya.
Di versi bahasa Indonesia, saya menggambarnya dalam sebuah ”rocket diagram”. Bentuknya saya bikin mirip roket yang sebenarnya sama dengan ”diagram pohon”.
SME bercabang tiga, yaitu S, M, dan E. Sustainabilty (S) bercabang tiga lagi. Yaitu, political, technical, dan cultural change. Sementara itu, market-ing (M) yang merupakan inti SME bercabang tiga. Yaitu, landscape, architecture, dan stakeholder.
Landscape bercabang tiga lagi, yaitu change, competitor/customer, dan company. Architecture bercabang jadi strategy, tactic, dan value yang beranting lagi jadi sembilan elemen. Stakeholder bercabang tiga, yaitu customer, capital, dan competency. Enterprise (E) bercabang jadi inspiration, culture, dan institution. Semua tetap mengikuti ”rule of three”.
Diagram roket itu, tampaknya, menarik perhatian seorang pastor, yaitu Romo Greg Soetomo SJ yang Pemred Majalah Hidup, majalah tertua di kalangan gereja Katolik. Dia menulis sebuah buku dinamai Marketing Hermawan Kartajaya on Church yang diterbitkan Penerbit Obor.
Di situ, Romo Greg Soetomo SJ mengubah semua istilah marketing itu dengan istilah gereja Katolik. Kata dia, lho marketing ini kan dasarnya mind share, market share, dan heart share. Di gereja Katolik dikenal Allah Tri Tunggal, yaitu Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Dia menganalogikan Bapa adalah mind share, Putera adalah market share, dan Roh Kudus adalah heart share.
Wow! walaupun kebetulan saya Katolik, saya tidak pernah berpikir berdasar itu ketika kali pertama menulis konsep marketing saya. Akhirnya, mau gak mau, saya jadi percaya bahwa kalau seseorang sangat ”menghayati” apa yang dikerjakan, hasilnya beda. Seolah-olah, ada spiritual calling di dalamnya.
Begitu juga ketika saya menulis buku dengan Aa Gym dulu, Berbisnis dengan Hati. Dia sangat suka model saya. Apa yang dilihatnya? Bahwa saya meletakkan heart share sebagai sesuatu yang paling mendasar dibanding mind share dan market share.
Kata-kata Aa Gym yang paling saya ingat adalah, ”Berbisnislah dengan hatimu, maka profit itu akan jadi bonus!” Memang benar lho.
Kalau Anda mengutamakan heart share, mind share dan market share akan lebih suistainable! Lihat saja cerita Nabi Muhammad yang marah kepada seorang penjual kayu. Nabi mengingatkan supaya orang tersebut dengan jujur menunjukkan kayu basah dan tidak menyembunyikannya. Karena itu, Nabi Muhammad digelari Al Amin!
Beliau seorang pengusaha, bahkan satu-satunya nabi yang marketer, tapi jujur bukan main. Sampai-sampai, orang Kristen pun menitipkan uang kepada Nabi karena saking percayanya. Nah, buat saya, Al Amin itu PDB-nya Nabi Muhammad. Jelas membedakan Nabi dari pedagang lain.
Saya juga sering diundang dan mendiskusikan model roket yang komprehensif ini dengan para pendeta Buddha. Para pendeta itu suka pada prinsip keseimbangan yang ada dalam model tersebut. Keseimbangan antara S, M, dan E itu sendiri. Harus ada ketiganya, tidak boleh separo-separo.
Keseimbangan antara strategy, tactic, dan value yang sudah saya ceritakan panjang lebar. Keseimbangan antara pencapaian short term dalam bentuk market share, middle term dalam bentuk mind share, dan long term dalam heart share dan sebagainya.
Begitu juga ketika saya mendiskusikannya dengan keluarga Puri Ubud yang Hindu Bali. Saking seringnya saya ke Bali, khususnya Ubud, saya jadi mengerti ”taksu”. Semacam energi yang timbul kalau ada keseimbangan antara Tuhan, manusia, dan alam.
Di Bali, tiga unsur itu disebut Tri Hita Karana. Mereka sangat percaya, kalau keseimbangan antara ketiganya sudah hilang, biasanya selalu ada malapetaka. Roh jahat akan menang!
Lihat aja Kuta yang pernah dibom sampai dua kali. Alamnya rusak, manusianya pun mulai ”lupa”, karena itu Tuhan agak terlupakan. Tapi, di Ubud, semua terasa seimbang!
Akhirnya, setelah melakukan riset selama lebih dari dua tahun, saya baru aja menerbitkan Ubud: The Spirit of Bali! Suatu upaya marketing yang penuh keseimbangan.
Bagaimana dengan Confucius? Seperti yang sudah saya ceritakan, papa saya kepingin saya jadi dia. Guru Agung yang sampai akhirnya dianggap Nabi oleh banyak orang.
Misi saya di dunia ini ya memang untuk mengajar seperti Confucius. Itulah misi papa saya yang sudah lama almarhum, tapi masih tetap saya kenang.
Visi saya? Melihat Indonesia pada 2020 nanti sudah jadi negara yang ”kompetitif” karena sudah banyak perusahaan yang menggunakan marketing yang baik dan benar. Semoga roket marketing yang spiritual, balanced, dan comprehensive ini bisa membawa Indonesia melesat! (*)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar