MAKNA entrepreneurship memang tidak harus selalu diterjemahkan jadi "pengusaha". Bahkan ada suatu riset yang menemukan bahwa orang yang mulai usaha tanpa persiapan yang matang akan gagal. Sudah banyak contohnya. Seorang eksekutif yang hebat dari perusahaan besar.swasta atau multinational bahkan BUMN gagal setelah kerja sendiri. Ketika kerja di suatu perusahaan sebagai professional, seorang eksekutif hanya ngurusin bidangnya. Yang penting, KPI atau Key Performance Index harus diperhatikan. Sebab disitulah dia dinilai, di evaluasi, dipromosi, dan sebagainya.
Biasanya gak peduli pada fungsi lain. Balikan seringkali.saling menjatuhkan untuk "naik" ketangga lebih tinggi yang lebih "menyempit" jalannya.Yang penting bisa mcmanajemeni atas, bawah, dan samping ! Saya sengaja menyebut kata "atas" pertama kali.karena banyak yang eksekutif yang pintar "manage his or her boss" tapi lupa "bawah". Bila perlu diinjak sekalian !
Memanajemcni "tengah" atau "Managing peers" juga sering harus dilakukan untuk mendapat support dari teman-teman selevel. Baru setelah itu, memanajemeni anak buah. Padahal, mestinya yang ke bawah ini yang harus dilakukan dengan baik dulu. Baru ke tengah dan ke atas. Tapi, gerakan "menjilat ke atas" dan "menginjak ke bawah" lali yang sering kejadian.
Kalau bawahan salah.dia laporkan ke atas, sebelum dia disalahkan. Padahal, dia mestinya yang bertanggungjawab. Sedangkan, kalau bawahan bagus.dia yang "take credit" di mata atasan. Pada hal dia harus "melaporkannya" dengan "fair" ke atas.
Itulah sebagaian kecil dari "office politics" di dalam korporasi apa pun. Karena suatu organisasi perusahaan isinya manusia yang punya berbagai "hidden agenda",maka "office pollics" (idak terhindarkan. Yang ada cuma perbedaan kadarnya.
Ada yang kadarnya gede, ada yang kecil.Susahnya kalau seorang eksekutif lebih bertindak sebagai seorang "pemain" daripada seorang "profesional". Kalau sudah begini ya memang susah untuk menumbuhkan enlre-preneurship dalam perusahaan. Pak Ciputra dulu pernah mengatakan pada saya, bahwa setiap pimpinan dari anak perusahaannya ditantang jadi "entrepreneur". Caranya?
Diberi kebebasan untuk melakukan apa saja.asal niatnya baik dan mencapai target! "Anggap aja Anda yang punya perusahaan itu" Ini tentunya tidak mudah,ketika anda hanya biasa jadi "pemain" atau paling banter jadi "profesional". Now you are "above the politics". Anda di atas corporate politics itu. Tidak usah menjilat ke atas lagi.karena tidak ada gunanya. Karena itu,"terpaksa harus" fokus pada "managing your people". Hambatan lain dari seorang ex profesional jadi entrepreneur ialah tidak biasa "terbebas dari situasi". Dalam hal ini.saya suka merefer pada Habit pertamanya Stephen Covey dalam Seven Habit yaitu Pro-Activity !
Banyak orang mengira bahwa Proaktif artinya anda melakukan sesuatu sebelum, kejadian apa apa. Pro aktif bukan.lawan dari reaktif yang "pas". Proaktif lebih punya arti bahwa anda bisa membebaskan diri dari "tekanan" situasi atau lingkungan hidup atau kerja. Seorang Profesional apalagi Pemain tidak berlatih untuk itu. Sedang Entrepreneur bisa mengatasi situasi sejelek apa pun. Sebab dia tahu, bahwa kalan dia tidak "on lop of situation", dia akan habis !
Yang terakhir, yang saya catat adalah "target". Kenapa seorang entrepeneur harus merefer pada target? Karena dia bisa memasang targetnya scndiri.bukan dapat target dari "langit". Sedang seorang profesional sering tertekan dengan target yang dibuat atasan walaupun sudah disetujuinya karena tidak merasa meng inisitifnya!
Jadi.waktu itu. Pak Ci juga mengingatkan saya. Entrepreneurship bukan berarti harus buka usaha sendiri. Anda bisa jadi entrepreneur di sebuah korporasi asal anda bisa dan diberi kesempatan untuk tiga hal. Pertama, bisa menempatkan diri "above corporate politics" Kedua.bisa Pro Active bukan Reactive. Ketiga.bisa menetapkan target sendiri seolah memiliki perusahaan itu sendiri. Silakan mencoba. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar