Aplikasi Ilmu Tiga dari Harvard: "Why-What-How!"
PELAJARAN terbesar yang saya dapat dari Harvard Business School sebenarnya bukan di materi dan kasus-kasusnya. Juga bukan dari cara mereka membahas kasus, walaupun hal itu sangat hebat. Tapi, yang terbesar adalah cara berpikir Why-What-How!
Sebelumnya, saya hanya tahu 5W, 1 H. Why, What, Who, When, and Why plus How! Tetapi, sebenarnya tiga W terakhir bisa masuk how. Who adalah pelaksana dari what. When adalah kapan pelaksanaan what itu dan where adalah di mana what itu mau dilaksanakan!
Dua W pertama, yaitu why dan what, memang harus berdiri sendiri. Sebenarnya, Anda bisa me-refer pada tiga hal lain juga, yaitu cognitive, affective, dan psychomotor. Gampangnya, olah pikir, olah rasa, dan olahraga!
Ketika saya mulai mendirikan MarkPlus Professional Service pada 1 Mei 1990 di Surabaya, why saya adalah karena tiga hal. Pertama, saya melihat tanda-tanda bahwa walaupun Pak Harto masih sangat kuat, kayaknya tidak bisa menghindari globalisasi. Globalisasi akan menghadirkan persaingan yang memerlukan marketing.
Kedua, saya melihat berbagai perusahaan MNC (multinational company) ketika itu sudah "demonstrasi" praktik marketing. Dan berkat hal tersebut, mereka bisa mendapatkan margin lebih besar dan lebih sustainable.
Ketiga, konsumen sebenarnya menghendaki brand dan service yang bagus. Bukan hanya harga! Walaupun terlihat price sensitive, mereka juga mau beli sesuatu lebih mahal, asal lebih covenient. Itu semua lebih bersifat olah pikir.
Apalagi, saya beruntung karena dua perusahaan tempat saya bekerja sebelum MarkPlus memang sangat percaya marketing. JVC dan Sampoerna, satu MNC dan satu lokal.
Dua produk yang saya handle ketika itu tidak jual ''harga''. Radio Kaset JVC ketika itu nomor satu di Indonesia, disukai karena warna suara yang ditimbulkan "pas'' dengan selera konsumen secara umum. Sedangkan, Dji Sam Soe memberikan kepuasan merokok yang "paling tinggi". Dengan demikian, paradigma atau "pola pikir" saya sudah on the right track.
Tiga hal tersebut membentuk, "What will be the MarkPlus all about?" Ini menyangkut strategi besar yang harus ditetapkan dulu sebelum pelaksanaan. Kalau tidak, taktik yang dijalankan bisa "sporadis" dan "tidak terarah"
Ketika itu, saya tetapkan MarkPlus sebagai perusahaan yang akan memberikan professional services kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia supaya punya daya saing dengan menggunakan marketing sebagai main strategy. Maka, dinamakan MarkPlus yang berarti Marketing Plus Others. Jadi, kalau ada permintaan klien di luar marketing, bisa dilayani tapi sebagai "penunjang" saja dan asal kita punya kompetensi yang cukup. Ini adalah grand strategy yang saya pegang sampai sekarang.
Saya tidak mau ke mana-mana, fokus pada marketing karena marketing itu sendiri berkembang terus! Daripada merambah masuk semua bidang tapi separo-separo, lebih baik konsentrasi pada satu aspek tapi jadi expert. Terus terang, saya juga banyak terpengaruh oleh Al Ries yang buku Focus-nya sangat laris!
Nah, di sini walaupun ada olah pikir ketika mengolah data, informasi, dan pengetahuan yang lain, akhirnya wisdom yang menentukan. Olah rasa lebih besar! Jangan memutuskan apa pun ketika Anda lagi "ill-feel" karena sesuatu.
Juga jangan ambil satu keputusan kalau Anda masih "belum sreg", walaupun sudah banyak data yang menunjang keputusan itu. Bisnis bukan "matematika", tapi lebih mirip "biologi". Matematika itu mati, pasti, dan kaku. Biologi itu hidup, tidak pasti, dan fleksibel.
Semua bergantung pada asumsi yang bisa berubah setiap saat. Karena itu, "kemantapan perasaan" sangatlah penting dalam what, bukan hanya kemantapan data!
Nah, bagaimana dengan step ketiga, yaitu how? Ini masalah taktik yang harus sesuai dengan what atau strategi. Jangan "off track", sporadis atau "out of control". Saya membayangkan strategi seperti sebuah "race-track" F1, yang harus dilalui para pembalap.
Tiap racer punya taktik sendiri. Berapa kali akan ganti ban, nyalipnya akan di tikungan mana, begitu juga kapan harus bertahan pada posisi, dan kapan pula harus "mengambil" lawan. Tapi, semuanya tetap harus "on track".
Sekali terpental keluar track, habis! Di kasus saya sendiri, saya harus mulai dari "talk" to "writing" to "training" to "club" to "consulting" dan "research". Kenapa begitu? Ya, itulah yang paling cocok dengan kompetensi saya. Karena itu, saya mulai bicara dulu di mana-mana. Menrbitkan buku dari kumpulan tulisan sampai buku utuh. Terus ke pembentukan club yang dimulai dari para fans. Dilanjutkan dengan "membantu bikin strategi atau nasihat" untuk perusahaan yang membutuhkan. Dan akhirnya, masuk ke riset yang memerlukan metodologi dan manajemen orang di lapangan.
Orang lain -termasuk para alumni MarkPlus- bisa mengambil "rute" lain. Saya juga mulai dari Surabaya, kota saya sendiri supaya di "hometown" dulu. Terus ke Jakarta supaya diakui "nasional". Lanjut ke Bandung dan Semarang supaya "menguasai Jawa".
Lanjut lagi ke Medan untuk melengkapi "hadir di lima kota utama Indonesia". Baru ke Singapura dan Malaysia supaya jadi "regional ASEAN".
Sekarang MarkPlus juga punya Rep Office di Makasar, Bali, dan sebentar lagi Palembang. Demi memperluas "coverage" di Indonesia tercinta untuk memperkukuh posisi menjelang perayaan HUT Ke-20 pada MarkPlus Festival 1 Mei 2010 nanti. Kan, Indonesia negara ekonomi terbesar ASEAN. Jadi, paling tidak bisa menunjukkan "eksistensi Indonesia di ASEAN", tapi juga harus tetap nomor satu di Indonesia!
How saya sebut olahraga ya karena walaupun olah pikir dan olah rasa penting, kenyataan eksekusi di lapangan memerlukan keterlibatan fisik yang "substantif". Nah, di tengah jalan, pada waktu eksekusi strategi, banyak cobaan. Bisa gagal, bisa terlalu sukses! Ada godaan untuk cepat menyerah karena "gagal di awal". Atau jadi masuk ke mana-mana karena sukses!
Ingat ingat, kesuksesan di satu bidang tidak menjamim kesuksesan di bidang lain. Kenapa? Bisa kehilangan fokus! Situasi persaingannya lain, kompetensi yang diperlukan lain juga. Belum tentu ada sinergi dengan yang dulu!
Pelajarannya? Walaupun Anda tertarik untuk melakukan sesuatu dengan cepat (how), tapi jangan pernah lakukan sesuatu hal kalau tidak in line dengan strategi yang ada (what). Dan yang lebih penting lagi, harus ada reasoning yang kuat (why). Jangan hanya ikut seminar atau baca buku yang hanya berisi tips, walaupun "enak didengar" dan "terlihat praktis". Itu levelnya hanya how. Apalagi kalau hanya ikut seminar dan baca buku motivational.
Anda harus bisa memotivasi diri sendiri, jangan bergantung pada motivasi orang lain! Putuskan strategi Anda sendiri (what) berdasar reasoning yang jelas (why). Maka, apa yang Anda lakukan (how) akan lebih mantap!
Itulah ilmu tiga dari Harvard Business School yang saya bagi untuk Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar