KRISIS dalam bahasa Tionghoa adalah Wei-ji. Karakternya terdiri atas dua "gambar". Saya nggak bisa nulis, nggak bisa baca "gambar" itu, tapi saya tahu bahwa artinya "kontradiktif".
"Wei" dari kata "wei-sien" yang berarti "bahaya". Sedangkan "Ji" dari "Ji-wei" yang maknanya adalah "peluang". Jadi, "wei-ji" berarti ada "bahaya", tapi juga ada "peluang". Saya merasa beruntung bisa punya kesempatan mengalami "krisis Asia" yang dimulai pada 1997 dan memuncak pada 1998 itu.
Krisis yang dimulai dari Thailand dan sering disebut sebagai "Tom Yam Kung" itu ternyata membuat Indonesia terpuruk sampai titik nadir. Bayangkan, Pak Harto yang biasanya bisa menjaga pertumbuhan ekonomi di atas lima persen terus-menerus akhirnya menyerah kepada IMF. Inflasi yang biasanya selalu dijaga satu digit bisa melambung tidak keruan. Begitu juga nilai tukar rupiah yang biasanya dijaga supaya tidak terdepresiasi lebih dari sepuluh persen per tahun menjadi melemah nggak karuan.
Saya sendiri waktu itu benar-benar menderita. Waktu itu, kedua anak saya, Michael dan Stephanie, lagi di Amerika. Mike masih di University Texas at Austin (UT Austin) dan Stephanie masih di St Stevens High School juga di Austin. Karena nilai tukar rupiah melemah hampir enam kali lipat -dari Rp 2.500 menjadi Rp 15.000- "rasanya" kayak punya anak selusin yang sekolah di Amrik! Benar-benar ngeri, karena tidak tahu ujung pangkalnya krisis ini mau ke mana. Uang kiriman jadi mahal, sedangkan klien makin sepi saja.
Tapi, saya bertahan mati-matian. Di Indonesia saya hidup irit, tapi saya membesarkan hati anak-anak saya untuk tetap rajin belajar!
Mereka tidak boleh tahu situasi saya sebenarnya di sini. Untungnya, Mike bisa menyelesaikan studi S-1-nya di UT Austin dengan enam semester, jadi bisa irit dua semester atau satu tahun! GPA-nya 3,97 pula... Selain itu, dia langsung dapat pekerjaan di Andersen Consulting, karena sudah direkrut di Austin. Bahkan, sudah mendapat uang "panjar" yang bisa dipakai buat beli BMW baru ketika balik. Dengan demikian, beban saya tinggal untuk Stephanie, lumayan....
Ketika krisis Asia mulai terjadi, klien utama saya adalah Indofood Sukses Makmur yang CEO-nya Ibu Eva Rianti Hutapea. The Best CEO of Indonesia. Banyak yang MarkPlus lakukan untuk grup terbesar di bidang makanan ini. Mulai riset, konsultasi, sampai pelatihan.
Saya juga sering dibantu Ibu Eva untuk mengikuti berbagai executive education program di berbagai sekolah bisnis terkemuka di Amerika. Termasuk Kellogg, Wharton, Columbia, NYU, Chicago, Insead, dan Harvard tentunya. Karena itulah, saya sempat mengikuti lebih dari sepuluh program eksekutif yang mahal.
Barternya adalah dengan cara mentransfer ilmu yang saya dapat ke internal Indofood lebih dulu. Baru setelah itu, saya boleh mengajarkannya ke publik. Win-win, karena saya untung, Ibu Eva juga untung. Saya mendapat materi kelas dunia yang updated. Bagi Ibu Eva, lebih murah mengirim saya untuk "ditransfer" ke eksekutif puncak daripada mengirim banyak orang ke Amerika.
Selain itu, saya sudah bisa menempati kantor di Wisma Dharmala di Jakarta seluas 300 meter persegi, juga dengan cara barter. Saya dikasih tempat gratis, tapi saya memberikan konsultasi gratis juga kepada Dharmala Intiland. Saya masih ingat, ketika peristiwa Mei terjadi di Jakarta, saya baru saja selesai rapat konsultasi dengan tim Dharmala. Sehari sebelumnya, 13 Mei, saya terbang dari Surabaya ke Jakarta, tiba malam.
Sardjono, driver yang membawa saya dari bandara sudah "diperingatkan" orang di jalan-jalan bahwa ada kebakaran di berbagai daerah. Tapi, akhirnya saya bisa mencapai Duta Merlin, ruko tempat saya menginap dengan selamat. Besoknya, 14 Mei 1998, saya masuk kantor seperti biasa. Mike lagi ada di kantor kita, walaupun sudah bekerja di Andersen Consulting. Nah, setelah rapat dengan Dharmala itulah, ada siaran radio bahwa Jakarta rusuh. Semua karyawan di gedung Dharmala dipulangkan, termasuk yang di MarkPlus.
Saya masih ingat, bahwa Taufik yang sekarang Chief Business Officer, pulang membonceng ojek dan sempat ditodong orang di jalan. Sedangkan saya, Mike, dan Jacky Musrry yang sekarang chief knowledge officer, dan Hendra Warsita yang sekarang corporate secretary menyaksikan peristiwa dahsyat itu dengan kasatmata. Dari lantai lima gedung Dharmala langsung ke Jalan Sudirman.
Jakarta benar-benar kebakaran! Asap dan api di berbagai tempat terlihat di mana-mana. Di jalan banyak orang menggotong barang-barang curian dari toko-toko. Demo besar dari orang yang lagi marah besar terlihat jelas.
Patroli motor tank juga melewati Jalan Sudirman. Terus terang, ketika itu saya sangat khawatir Michael jadi shock. Setelah enam tahun di Amerika, tiga tahun di Upland High School di California dan tiga tahun di UT Austin, pulang langsung melihat kejadian dahsyat seperti itu!
Saya menghibur Mike dengan mengatakan, "Jangan takut. Jakarta sekarang sudah habis. Pasti setelah ini akan ada Indonesia baru yang lebih baik!" Saya tidak tahu, dia percaya atau tidak, tapi itulah yang saya katakan waktu itu. Itulah memang yang saya percayai bahwa "habis gelap timbullah terang". Mana ada gelap terus!
Sore itu saya dan Mike tidak berani pulang karena situasi di luar gedung benar-benar gawat. Kami berdua menunggu sampai pukul tujuh malam, ketika "riot" sudah reda. Akhirnya kami berdua jalan kaki bersama Jacky Mussry. Malam itu kami menginap di apartemen Jacky setelah berjalan sekitar 45 menit dalam kegelapan.
Di sepanjang jalan, kami masih melihat sisa-sisa kerusuhan di sana-sini. Tapi, pihak militer sudah mengumumkan sudah bisa "menguasai" keadaan ibukota. Malam itu, saya dan Mike tidur di kamar Jacky. Dia sendiri mengalah tidur di sofa. Besoknya, 15 Mei 1998 pagi-pagi, saya dijemput Sardjono dari Duta Merlin untuk balik ke ruko karena situasi sudah aman.
Begitu balik, saya mandi untuk menyegarkan diri, memejamkan diri lagi untuk mengenang peristiwa dahsyat kemarinnya. Ketika saya membuka mata, saya langsung segar kembali! Entah kenapa, dalam hati saya malah optimistis bahwa Indonesia baru akan datang. Dan, MarkPlus yang waktu itu sudah berumur delapan tahun akan "naik tingkat"! Saya percaya bahwa krisis adalah bahaya dan peluang! Dan, hal itu ternyata benar adanya... (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar