Sepuluh Cara Membawa Konsep Surabaya ke Dunia
Keluhan terbesar di Indonesia -biasanya dari pengusaha small medium enterprise- adalah bisa membuat, tapi tidak bisa menjual. Namun, saya membuktikan, saya menulis Marketing Plus 2000 dan saya memasarkannya. Padahal, sebagai orang Indonesia (lebih repot lagi sebagai bonek Surabaya) yang bukan doktor dan profesor, upaya tersebut pasti tidak gampang! Apalagi, saya tergolong VSE atau very small enterprise ketika itu. Atau one man show plus alias perusahaan satu orang yang dibantu beberapa orang.
If you are small, you must be creative! Itu semboyan yang selalu saya pegang, ajarkan, dan laksanakan sendiri. Don't only complain, but please be creative! Lantas, apa yang saya lakukan dengan Marketing Plus 2000? Ada banyak cara. Pertama, selalu konsisten memakai model yang sama ketika memberikan ceramah ke mana-mana. Termasuk pada "kuliah umum" di MM-UI!
Waktu itu, banyak sekali yang bertanya, menantang, bahkan sinis! Tapi, saya tidak pernah "menyerah". Saya sudah antisipasi dulu pertanyaan-pertanyaan kritis yang bakal timbul dan mempersiapkan jawabannya. Kedua, saya juga konsisten dengan model yang sama pada waktu menulis tiap Rabu di Jawa Pos. Semua case yang ditulis selalu saya connect-kan ke konsep pergeseran situasi persaingan lengkap dengan strategi bersaingnya.
Ketiga, saya melanjutkan konsep itu dengan membuat "alat ukur". Dengan tools tersebut, sebuah perusahaan bisa dilihat sedang berada pada situasi persaingan tahap apa. Selain itu, bisa diketahui tahap strategi bersaingnya. Dengan demikian, bisa diketahui "posisi" strategi perusahaan jika dibandingkan dengan "situasi persaingan"-nya. Bisa "ketinggalan", "pas", atau "kebablasan"! Di dalam seminar-seminar, saya minta kepada peserta untuk menggunakan "alat" itu.
Keempat, saya mengirimkan "alat audit" itu ke Kelola, jurnal dari Program Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada. Pemuatan di jurnal tersebut meningkatkan kredibilitas konsep itu bersama "alat"-nya. Kelima, saya membuat buku kecil yang memuat konsep tersebut dalam bahasa Inggris. Sengaja dibuat dalam bahasa Inggeris supaya "naik kelas". Keenam, buku kecil tersebut lantas saya sisipkan pada majalah SWA yang waktu itu sudah jadi leading business magazine. Pengaruhnya luar biasa! Jauh lebih besar daripada iklan apa pun.
Ketujuh, saya bawa buku kecil itu ke mana-mana untuk diberikan secara gratis kepada siapa pun yang saya temui. Kedelapan, saya juga melakukan siaran radio secara reguler untuk memperkenalkan model yang sama dan membagikan buku itu secara gratis. Kesembilan, saya berusaha berceramah tentang konsep tersebut di kampus kampus S-1 karena disitulah terletak "massa". Walaupun mereka bukan eksekutif yang bisa "membayar" training, saya memerlukan buzz words mereka.
Kesepuluh, ini BOM-nya! Saya tunjukkan kepada Prof Warren Keegan di sebuah acara Executive Education Program di Wharton (sekolah bisnis di Universitas Pennsylvania, Amerika, Red). Saya tahu profesor itu adalah pionir buku teks international marketing yang belakangan berubah jadi global marketing. Saya undang dia ke Bali untuk ber-honeymoon dalam perkawinan keduanya. Di situlah, saya bertanya pendapat dia tentang konsep saya. Dia bilang bagus dan setuju untuk memasukkan jadi Apendiks Bab Satu! Wow!
Selanjutnya, buku itu dipakai Philip Kotler untuk mengajar international marketing di Kellogg (sekolah bisnis di Universitas Northwestern, Amerika, Red)! Di situlah, nama saya "terbaca" oleh Philip Kotler. Karena itu, saya jadi "lebih" mudah menjelaskan konsep tersebut kepada sang mahaguru marketing di Moskow pada 1998. Akhirnya, karena itu pula, dia lantas mengajak saya untuk menulis buku bareng dia untuk kali pertama! Banyak orang yang mengira saya hanya pintar "jualan" konsep picisan. Dari cerita ini, Anda melihat saya bekerja work hard, smart, and creative sampai akhirnya konsep tersebut masuk ke gelanggang dunia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar